UstazMuhaizad Al Yamani(Mudir Madrasah Ribat Mustofa)Sebarang sumbangan untuk pembangunan madrasah, kebajikan guru-guru & pelajar-pelajar, serta kerja-kerja ArticlePDF Available AbstractMany researchers believe that the philosophical Sufism tradition in Islam only emerged in the sixth century Hijriah. Is that right? If it is explored in more depth, it will soon be found that this is not quite right because long before that, in the Islamic tradition there were already some thoughts of Sufism that tended to lead to philosophical Sufism. Among the philosophical ideas of Sufism that were born in this early period were mahabbah, Ilahiyyah, fana', ittihad, and Hulul. Therefore, in this paper the author tries to describe the initial philosophical Sufism thought contained in the thoughts of three Sufi figures, namely Rabi'ah al-'Adawiyyah, alBustami, and al-Hallaj. By presenting the philosophical Sufism thought that exists in their works, this article shows that the philosophical Sufism tradition in Islam has emerged long before the sixth century Hijriah, as is often believed by many circles. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWALRABI’AH ALADAWIYYAH, ALBUSTAMĪ, DAN ALHALLAJMubaidi SulaemanUniversitas Islam Balitar Blitar Jawa Timurabid3011 researchers believe that the philosophical Susm tradition in Islam only emerged in the sixth century Hijriah. Is that right? If it is explored in more depth, it will soon be found that this is not quite right because long before that, in the Islamic tradition there were already some thoughts of Susm that tended to lead to philosophical Susm. Among the philosophical ideas of Susm that were born in this early period were mahabbah, Ilahiyyah, fana', ittihad, and Hulul. erefore, in this paper the author tries to describe the initial philosophical Susm thought contained in the thoughts of three Su gures, namely Rabi'ah al-'Adawiyyah, al-Bustami, and al-Hallaj. By presenting the philosophical Susm thought that exists in their works, this article shows that the philosophical Susm tradition in Islam has emerged long before the sixth century Hijriah, as is oen believed by many Philosophical susm, Rabi’ah al-Adawiyyah, al-Bustami, al-HallajAbstrakBanyak peneliti meyakini bahwa tradisi tasawuf falsa dalam Islam itu baru muncul pada abad ke-6 H. Namun, jika ditelusuri secara lebih lanjut akan segera didapati bahwa hal itu kurang tepat, sebab jauh sebelum itu dalam tradisi Islam sudah dijumpai beberapa pemikiran tasawuf yang cenderung mengarah pada gagasan tasawuf falsa. Di antara pemikiran tasawuf falsa yang lahir pada masa awal ini adalah mahabbah Ilahiyyah, fana’, ittihad, dan hulul. Oleh karena itu, dalam tulisan ini peneliti mencoba untuk mendeskripsikan pemikiran tasawuf ISSN 1141-9951 p 2548-4745 e Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam, Vol. 20, No. 1 Januari 2020, hlm. Jurnal Filsafat dan Pemikiran Islam is licensed under a Creative Commons Attribution-Non Commercial-Share Alike International License. 2Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANfalsa tahap awal yang terdapat dalam pemikiran tiga orang tokoh su, yaitu Rabi’ah al-Adawiyyah, al-Bustami, dan al-Hallaj. Dengan mengungkap pemikiran tasawuf losos yang ada dalam karya-karya mereka, artikel ini menunjukkan bahwa tradisi tasawuf falsa dalam Islam itu sudah muncul jauh sebelum abad ke-6 H sebagaimana yang sering diyakini banyak kunci Tasawuf falsa, Rabi’ah al-Adawiyyah, al-Bustami, al-HallajA. PendahuluanDalam dunia tasawuf terdapat dua kutub aliran yang bisa dikatakan tidak bisa bertemu satu dengan yang lain, yaitu tasawuf Sunni dan tasawuf falsa. Ke-duanya memiliki pemahaman yang berbeda. Tasawuf Sunni merupakan aliran tasawuf moderat dengan ciri khas selalu merujuk pada nash al-Qur’an dan Hadis. Adapun yang dimaksud dengan tasawuf falsa adalah tasawuf yang mengga-bungkan rasa sustik dengan pandangan lain yang sifatnya sejarawan berkeyakinan bahwa tasawuf falsa ini mulai muncul pada abad ke-6 dan ke-7 H, khususnya setelah munculnya seorang su agung Muhyi al-Din ibn Arabi w. 638 H. Akan tetapi, Ibrahim Muhammad Yasin menduga bahwa cikal bakal tasawuf falsa itu sudah ada pada abad pertama dan ke-2 H yang dipelopori para zahid Bashrah seperti Rabi’ah al-Adawiyyah yang terkenal dengan syair cinta Tuhannya. Selain itu Ibrahim Muhammad Yasin juga mema-sukkan nama seperti Hasan al-Basri w. 110 H dan Malik bin Dinar w. 130 H.2Adanya penggabungan antara ajaran tasawuf dan lsafat dengan sendirinya telah membuat ajaran tasawuf falsa bercampur dengan ajaran lsafat di luar Islam seperti Yunani, Persia, dan India. Namun, orisinalitasnya sebagai tasawuf tetap tidak hilang. Terbukti dengan masih dipertahankannya fase-fase tasawuf yang dikenal dalam tasawuf Sunni penulis, adanya percampuran antara tasawuf dan lsafat tampaknya wajar. Sebab pada masa itu gerakan penerjemahan buku-buku lsafat Yunani sedang gencar-gencarnya. Filsafat yang berkembang pada waktu itu otomatis sedikit banyak telah mempengaruhi jalan pikiran kaum su tersebut. Di antara corak utama yang tampak pada ajaran tasawuf falsa adalah adanya kondisi 1 Ibrahim Muhammad Yasin, Al-Madkhal ila Tasawwuf al-Falsa Kuwait Muntada Sur al-Azbakiyyah, 2002, Ibid. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ3Vol. 20, No. 1, Januari 2020majdhub dan fana’ yang ditandai dengan keluarnya shatahat dari mulut para su, dan ide mistik yang sulit diterima oleh kalangan Sebut saja konsep mahabbah Ilahiyah, ittihad, hulul, dan wihdah al-wujud, semuanya itu adalah konsep ajaran yang sangat sukar dipahami. B. Rabi’ah al-Adawiyyah w. 185 H1. Biogra Singkat Rabi’ah al-AdawiyyahNama asli Rabi’ah al-Adawiyyah adalah Umm al-Khair bin Isma’il4 al-Ada-wiyyah al-Qaisiyyah. Lahir di Basrah pada sekitar tahun 95 H 717 M.5 Julukan Rabi’ah didapat karena ia adalah anak keempat. Rabi’ah berasal dari keluarga yang serba kekurangan. Bahkan, diceritakan pada saat malam kelahiran Rabi’ah, tak ada satu pun cahaya penerangan di rumahnya dan tak ada satu pun kain yang digunakan untuk ada juga sanak saudara yang membantu persalinan si ibu. Maksud hati Isma’il, ayah Rabi’ah, meminta bantuan kepada tetangganya, tetapi dirinya merasa malu sehingga ia terpaksa mengurungkan untuk meminta bantuan. Hal itu disebabkan Isma’il pernah berjanji untuk tidak meminta bantuan selain kepada Allah Swt. Melihat si istri yang semakin lama mengalami kepayahan, Isma’il pun bertekad melanggar janjinya itu. Ia lalu mengetuk pintu tetangga-nya untuk sekadar meminjam lampu minyak sebagai penerangan dan sepotong kain untuk membungkus anaknya yang akan lahir itu. Namun, tidak satu pun tetangganya yang membantu Isma’il karena semua masih terlelap tidur. Ia lalu berdoa supaya Allah Swt. agar persalinan istrinya dilancarkan, dan Rabi’ah pun lahir dengan selamat diselimuti suka cita dari kedua orang terhadap Rabi’ah yang kelak akan menjadi tokoh yang hebat sudah terlihat saat ia baru lahir. Pasca kelahiran Rabi’ah, ayahnya Isma’il ter- 3 Aun Falestien Falatehan, Tasawuf Falsa Persia di Masa Klasik Islam Surabaya Dakwah Digital Press, 2007, Abd al-Rahman Badawi meragukan Isma’il sebagai nama ayah Rabi’ah al-Adawiyah. Menurutnya Isma’il bukanlah nama ayah dari Rabi’ah al-Adawiyah melainkan nama ayah Rabi’ah yang lain, yaitu Rabi’ah istri dari Ahmada l-Hawari. Sedangkan nama ayah Rabi’ah al-Adawiyyah tak diketahui. Abd al-Rahman Badawi, Shahidah al-'Ishq al-Ilahi Rabi`ah al-'Adawiyyah, 2nd edition Kairo Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, 1962, Sururin, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Ilahi Evolusi Jiwa Manusia Menuju Mahabbah dan Makrifah, 2nd edition Jakarta PT. Raja Grando Persada, 2002, Farid al-Din Attar Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’ Markaz Tahqiqat, 2008, Muhammad Atiyyah Khamis, Rabi’ah al-’Adawiyah, terj. Aliudin Mahjuddin Jakarta Pustaka Firdaus, 1994, 6. 4Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANtidur. Di dalam tidurnya tersebut Isma’il bermimpi bertemu Rasulullah Saw. berkata kepadanya, “Janganlah engkau bersedih hati, sebab nanti akan ada tujuh puluh ribu orang dari umatku akan ada dalam perlindungan dan syafaatnya.”8Rabi’ah tumbuh dan berkembang dalam lingkungan keluarga religius yang sederhana penuh kezuhudan. Rabi’ah tumbuh dan dewasa secara wajar, tetapi yang menonjol ia tampak lebih cerdas dibandingkan teman-teman sebayanya. Selain itu, dalam dirinya juga tampak pancaran sinar ketakwaan dan ketaatan yang tak dimiliki oleh Perilaku Rabi’ah banyak tertular dari ayahnya yang religius. Rabi’ah selalu memperhatikan bagaimana ayahnya ber- ibadah kepada Allah Swt., seperti membaca al-Qur’an dan berzikir. Rabi’ah sangat suka belajar menghafal al-Qur’an. Apabila telah berhasil menghafalnya, ia duduk dan mengulangi kembali hafalannya itu dengan perasaan khusyuk untuk men-dapatkan pemahaman yang Kebiasaannya menyendiri juga sudah tampak sejak kecil. Tidak jarang ayah-nya mendapatinya mengasingkan diri dengan muka muram, penuh kesedihan sembari bermunajat kepada Allah Swt, suatu perilaku yang bisa dibilang tidak wajar untuk anak kecil sepertinya. Tidak berselang lama, Rabi’ah pun ditinggal wafat oleh ayah dan ibunya. Kini ia hanya hidup bersama ketiga saudara perem-puannya. Tak ada harta yang ditinggalkan ayah maupun ibunya, kecuali hanya sebuah perahu dewasa, Rabi’ah menjadi seorang budak. Pada suatu masa ketika ter-jadi kekeringan hebat yang melanda Basrah, Rabi’ah dijual oleh majikannya yang zalim dengan harga enam dirham. Dengan pemilik baru, Rabi’ah semakin seng-sara karena ia dipekerjakan secara tidak wajar. Hingga pada suatu hari Rabi’ah melarikan diri dari majikannya, tetapi di tengah jalan ia mengurungkan niatnya itu setelah mendengar suara 8 Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Sururin, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Ilahi, Khamis, Rabi’ah al-’Adawiyah, Ibid., Konon saat Rabi’ah lari dari majikannya, ia terjatuh dan tangannya terkilir sehingga ia tidak bisa bangkit. Lalu, ia berkata Saya ini orang yang lemah, hidup sendirian tanpa ayah dan ibu. Saya hidup di bawah kekangan orang zalim. Karenanya, tangan saya ini terkilir. Saya rela dengan semua ini, tapi apakah Engkau ridha kepadaku atau tidak? Lalu, Rabi’ah mendengar suara “Wahai Rabi’ah, janganlah kau bersedih, sebab kamu mempu-nyai kedudukan yang tinggi di hari kiamat yang membuat iri para penduduk langit.” Setelah mendengar suara tersebut, Rabi’ah pun pulang ke rumah majikannya. Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, 97. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ5Vol. 20, No. 1, Januari 2020Dikabarkan Rabi’ah dipekerjakan sebagai seorang Suatu malam si majikan terbangun dan mengintip di celah-celah pintu. Di sana majikan itu melihat Rabi’ah sedang bersujud sembari berdoa. Di sela-sela doa itu, majikan Rabi’ah melihat hal yang tidak biasa. Ia melihat lampu yang terbang dengan sendirinya di atas kepala Rabi’ah tanpa ada yang menggantungnya. Lampu itu menyinari seisi rumah. Melihat kejadian itu, si majikan ketakutan. Keesokan harinya, si majikan itu langsung memerdekakan Rabi’ banyak mengikuti majelis Hasan al-Basri. Di sana ia bertobat kemu-dian pergi mengasingkan diri di sebuah gua yang jauh dari jangkauan Selama hidupnya, Rabi’ah tidak pernah menikah, meskipun ia adalah seorang yang cantik dan menarik. Rabi’ah selalu menolak lamaran laki-laki yang ingin Terdapat silang pendapat atas tahun wafatnya Rabi’ah, tetapi mayoritas ahli sejarah meyakini bahwa Rabi’ah wafat pada tahun 185 H di usia 90 tahun dan dimakamkan di kota kelahirannya, Pemikiran Tasawuf Rabi’ah al-AdawiyyahSebagaimana yang disampaikan oleh Ibrahim Ibrahim Muhammad Yasin, bahwa Rabi’ah al-Adawiyah termasuk su peletak dasar tasawuf falsa tahap awal sebelum kemudian berkembang pada abad keenam dan ketujuh melalui pionernya, yaitu Ibn Rabi’ah al-Adawiyah merupakan su perempuan yang terkenal dengan konsep mahabbah Ilahi-nya. Untuk mencapai tingkatan tertinggi sampai pada tingkat mahabbah dan makrifat, Rabi’ah menempuh ber-bagai jalan atau tingkatan sebagaimana para su lainnya. Meskipun demikian, Rabi’ah memiliki beberapa cara yang lain dengan beberapa su.19Tahap pertama yang harus dilalui seseorang, menurut Rabi’ah al-Adawiyah, adalah berlaku zuhud. Hal ini berbeda dengan kebanyakan su yang mengatakan bahwa tahap pertama adalah taubat. Meski demikian, Rabi’ah tidak menakan 13 Ibid., Badawi, Shahidah al-'Ishq al-Ilahi, Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Pernah pada suatu ketika Rabi’ah dilamar oleh seorang yang amat kaya raya bernama Muhammad Sulaiman al-Hashimi, seorang amir Basrah. Ia melamar Rabi’ah dengan mena-warkan mas kawin sebesar dirham, tetapi Rabi’ah menolaknya dengan mengatakan “Seandaiya Engkau memberi seluruh warisan hartamu, tidak mungkin aku memalingkan perhatianku dari Allah padamu.” Khamis, Rabi’ah al-’Adawiyah, Sururin, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Ilahi, 4518 Yasin, Al-Madkhal ila Tasawwuf al-Falsa, Sururin, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Ilahi, 47 6Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANtaubat sebagai sesuatu yang harus dilakukan seseorang. Namun, bagi Rabi’ah, taubat orang yang melakukan maksiat itu berdasar pada kehendak Allah Cerita tentang kezuhudan Rabi’ah al-Adawiyah tercermin dari sikapnya yang menghindari yang kedua adalah Rida. Dengan usaha yang terus-menerus, Rabi’ah meningkatkan martabatnya dari tingkat zuhud hingga mencapai tingkat Jiwa yang Rida adalah jiwa yang luhur, menerima segala ketentuan Allah Swt., berbaik sangka pada tindakan dan Keputusan-Nya, serta meyakini  Tahap ketiga setelah Rida ialah Ihsan,23 yaitu melakukan ibadah seakan-akan dapat melihat Allah Swt., atau kalau tidak bisa setidaknya merasa bahwa dirinya dilihat oleh Allah Swt. Suatu saat Rabi’ah pernah ditanya “Kamu beribadah ke-pada Allah Swt., apakah kau dapat melihat-Nya?” ketika itu Rabi’ah menjawab “Kalau aku tak bisa melihat-Nya, tentu aku tak akan beribadah pada-Nya. Farid al-Din Attar kemudian menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan melihat oleh Rabi’ah itu bukanlah melihat dengan mata tetapi melalui kasha Setelah ketiga tahapan itu dicapai, barulah seseorang bisa mencapai tahap mahabbah. Sebagaimana dikutip oleh Hamka, Mustafa Abd al-Raziq pernah berkata bahwa sebelum Rabi’ah, tasawuf itu masih bersifat sederhana. Belum ada metode atau tahapan-tahapan tertentu. Maka, tepat jika dikatakan Rabi’ah ini adalah guru bagi para su yang datang yang dikembangkan oleh Rabi’ah adalah mahabbah Ilahiyah cinta Ilahi nya. Rabi’ah sendiri, sebagaimana disampaikan oleh Muhammad Atiyyah Khamis, telah memperluas makna atau lingkup mahabbah Ilahiyah-nya. Dahulu Rabi’ah mencintai Allah karena mengharapkan surga-Nya, atau karena takut neraka-Nya sehingga ia selalu berdoa “Ya Tuhan, apakah Engkau akan mem-bakar hamba-Mu di dalam neraka, yang hatinya terpaut pada-Mu, yang lidahnya selalu menyebut-Mu, dan hatinya selalu bertakwa pada-Mu?” Setelah menya-dari bahwa cinta yang seperti itu adalah cinta yang sangat sempit, ia kemudian 20 Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Diceritakan ketika kebun Rabi’ah diserang hama belalang hingga tanaman di kebunnya itu habis, ia menerimanya dengan tersenyum, sambil berdoa “Ya Tuhanku, rezeki datang dari-Mu, hama belalang tidak akan mengurangi atau merampas rezekiku sama sekali, semua adalah ketentuan dari-Mu juga”. Khamis, Rabi’ah Al-’Adawiyah, Ibid., 4823 Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Edisi ke-19 Jakarta PT. Pustaka Panjimas, 1994, 76. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ7Vol. 20, No. 1, Januari 2020meningkatkan cinta Allah dan mencintai Allah itu bukan karena apa-apa, karena memang Allah patut yang paling populer berkenaan dengan hal ini sebagaimana berikut      27      Artinya Ya Tuhan, jika aku beribadah kepada-Mu karena takut neraka-Mu, maka bakarlah aku dengan api neraka. Atau jika aku beribadah kepada-Mu karena mengharap surga-Mu, maka haramkanlah surga atas diriku. Tetapi, jika aku beribadah kepada-Mu hanya demi Engkau, maka janganlah Kau tutup Keindahan Wajah-Mu. Cinta Rabi’ah kepada Allah Swt. adalah cinta yang tulus, dan bukan karena surga ataupun neraka. Bahkan suatu saat ketika Rabi’ah sakit, ia ditanya tentang sebab penyakitnya. Lalu, Rabi’ah menjawab bahwa penyebab sakitnya adalah karena tergoda oleh surga sehingga ia merasa dicela oleh Rabi’ah adalah orang pertama yang mampu membuat pembagian mahab-bah29 cinta sehingga lebih mendekat pada perasaan. Cinta menurut Rabi’ah ada dua macam, yaitu cinta karena dorongan hati belaka, dan cinta yang didorong karena hendak membesarkan dan mengagungkan. Rabi’ah mencintai Allah karena ia merasakan dan menyadari betapa besarnya nikmat dan kekuasaan-Nya, sehingga cintanya menguasai seluruh lubuk hatinya. Ia mencintai Allah karena hendak mengagungkan dan orang yang sedang dimabuk cinta, Rabi’ah sering kali mencipta-kan syair-syair cinta yang ditujukan kepada Allah Swt. Di antara syair cintanya yang terkenal adalah26 Khamis, Rabi’ah al-’Adawiyah, Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Abd al-Karim bin Hawazin bin Abd al-Malik al-Qushairi, Al-Risalah al-Qushairiyah, Vol. 2 Kairo Dar al-Ma’arif, Belakangan al-Sarraj membagi mahabbah menjadi tiga tingkatan, yaitu 1 Cinta biasa dengan selalu mengingat Tuhan dengan zikir; 2 Cinta orang yang siddiq dengan cara mengadakan dialog dengan Tuhan dan memperoleh kesenangan dari dialog itu; 3 Cinta orang yang arif. Cinta seperti ini timbul karena betul-betul telah tahu terhadap Tuhan. Yang dilihat dan dirasa bukan lagi cinta, tetapi diri yang dicintai. Harun Nasution, Falsafat dan mistisisme dalam Islam Falsafat Islam - Mistisisme Islam - Tasawuf Jakarta Bulan Bintang, 2010, Khamis, Rabi’ah al-’Adawiyah, 62. 8Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMAN                          ArtinyaAku mencintai-Mu dengan dua cintaCinta karena hasrat diriku kepada-MuDan cinta karena hanya Engkau yang memilikinyaDengan cinta hasrat, aku selalu sibuk menyebut nama-MuDengan cinta karena diri-Mu saja, dan tidak yang lainKarena aku berharap Engkau singkapkan Tirai Wajah-MuAgar aku bisa menatap-MuTak ada puja-puji bagi yang ini atau yang ituSeluruh puja-puji hanya untuk-Mu sangat cintanya Rabi’ah kepada Allah Swt., hingga ia tidak merasa sedikit pun benci kepada setan, sebab di dalam hatinya sudah tak ada lagi ruang kosong yang tersisa untuk mencintai selain-Nya. Bahkan, suatu saat Rabi’ah bermimpi bertemu Rasulullah Saw. Lalu, ia ditanya apakah Rabi’ah mencintai Rasulullah Saw.? Rabi’ah pun menjawab bahwa cintanya kepada Allah Swt. telah memalingkan cintanya maupun bencinya kepada landasan teologis konsep mahabbah ini, Nasution mengatakan bahwa konsep mahabbah ini mempunyai dasar yang kuat baik dari al-Qur’an maupun al-Hadis. Di antaranya QS. al-Ma’idah ayat 54, QS. Ali Imran ayat 31, serta hadis berikut    Artinya Hamba-Ku senantiasa mendekatkan diri kepada-Ku dengan per-buatan-perbuatan baik, hingga Aku cinta padanya. Orang yang Kucintai menjadi telinga, mata, dan tangan-Ku. 33Inilah jalan su yang ditempuh oleh Rabi’ah al-Adawiyah yang selalu ber-usaha mewujudkan ide tasawuf berupa konsep mahabbah Ilahiyah ini kepada 31 Badawi, Shahidah al-'Ishq al-Ilahi, Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, 56. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ9Vol. 20, No. 1, Januari 2020generasi Muslim sesudahnya sehingga mampu mengangkat derajat mereka dari nafsu rendah. Sebagaimana diketahui bahwa kondisi masyarakat Basrah pada saat itu sedang terlena dalam kehidupan duniawi, berpaling dari Allah dan men-jauhi orang-orang yang mencintai Allah, serta menjauhi segala sesuatu yang bisa mendekatkan diri pada Allah Swt. Dengan terangkat jiwanya, mereka menda-patkan kedudukan tinggi. Rabi’ah mendidik manusia dengan akhlak yang mulia dan mengajarkan pada manusia arti cinta Ilahi, bahkan tidak jarang menyenan-dungkannya dalam bentuk syair agar dapat membangkitkan minat mereka pada cinta Al-Bustami w. 261 H1. Biogra Singkat al-BustamiNama aslinya adalah Taifur bin Isa bin Surushan. Lahir di Bustam Persia dan meninggal pada tahun 261 Usianya sekitar 73 Jadi, diperkirakan ia lahir pada tahun 188 H. Ia adalah tiga bersaudara bersama dengan Adam dan Ali. Kakeknya seorang Majusi yang kemudian masuk Taifur lalu dikenal dengan nama al-Bustami, dengan menisbatkan kota kelahirannya. Terkadang di beberapa literatur Arab, nama al-Bustami ini disebut dengan nama adalah seorang pemuka masyarakat di Bistam sedangkan ibunya dikenal sebagai seorang zahid. Keanehan al-Bistami ini sudah nampak saat ia masih di kandungan. Saat di kandungan ia tidak mau menyerap nutrisi makanan yang subhat. Konon ia akan bergerak-gerak di dalam perut ibunya sampai ibunya itu memuntahkan makanan subhat sunya nampak mengalir dari orang tuanya. Sejak kecil, tepatnya pada saat al-Bustami masih berusia 10 tahun, ia sudah memantapkan diri untuk memilih jalan hidup sebagai su. Ia lalu meninggalkan kampung halamannya untuk berkelana ke berbagai tempat selama kurang lebih 30 tahun. Sebelum itu, pernah suatu saat ia sedang belajar al-Qur’an di sebuah kuttab. Ketika membaca QS. Luqman ayat 14, al-Bustami kecil meminta penjelasan kepada gurunya ter-34 Sururin, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Ilahi, 5135 Ada juga yang mengatakan bahwa al-Bustami meninggal pada tahun 264 H. Hasan Mahmūd Shā'ī and Abū al-Yazīd Abū Zayd 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, al-Tab'ah 1 Madīnat Nasr, al-Qāhirah Dār al-Salām, 2007, Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid II. Cet. ke-6 Jakarta Penerbit Universitas Indonesia, 1986, Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Ibid., 184. 10 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANkait ayat tersebut. Setelah mendapati tafsirannya itu, al-Bustami kecil bergegas pulang dan menemui ibunya sembari berkata, “Pada hari ini saya membaca ayat ini, lalu saya mendapati diri saya tidak mampu jika harus memenuhi dua tugas itu berbakti kepada Allah dan orang tua, izinkanlah diriku untuk lebih ber- khidmat kepada Allah dan meninggalkan berkhidmat kepadamu agar saya lebih fokus berkhidmat pada Allah”. Ibunya pun merestui dan mempersilahkan al-Bus-tami kecil untuk lebih berkhidmat kepada Allah dibandingkan kepada dirinya. Lalu, al-Bustami kecil pergi menyusuri padang pasir sambil melakukan berguru kepada tidak kurang 113 guru. Salah satu gurunya ialah Imam Ja’far al-Shadiq w. 148 H.40 Menurut beberapa sumber, sebelum menjadi su, al-Bustami terlebih dahulu mempelajari kih mazhab Hana. Oleh sebab itu, ia digolongkan dalam ulama ahl al-ra’y—ulama yang memberikan porsi lebih kepada akal dalam memahami hukum usia 40 tahun, al-Bustami kembali ke tempat kelahirannya dan mulai memberikan pengajaran spiritual kepada para pengikutnya. Banyak tokoh su berpengaruh yang melakukan kontak dengannya seperti Abu Musa al-Daibuli, Yahya al-Razi, dan Dhu al-Nun al-Misri. Tetapi yang paling mendapat sorotan adalah ketika al-Bustami berguru kepada Abu Ali al-Sindi. Kejadian ini sempat membuat sejumlah orientalis, misalnya Zaehner beranggapan jika ajaran al-Bustami itu terpengaruh oleh ajaran mistik-lsafat Hinduisme India dan teks suci Ved anta -nya. Sebab Abu Ali sendiri berasal dari kawasan yang amat kental dengan ajaran lsafat kuno selalu menekankan agar seseorang selalu mengerjakan syariat. Ia sendiri merupakan pribadi yang senantiasa shalat sepanjang malam, hingga terdengar suara desah karena ketakutannya kepada Allah Swt. maka dada dan bahunya yang bergetar. Perilakunya selalu dijaga, sopan santun saat sedang ber-hadapan dengan Allah Swt. Ia juga tak pernah meludah di sekitar 40 langkah jika di sekitarnya terdapat masjid. Al-Bustami sangat takut melanggar sunnah Nabi dan selalu menekankan pada pelaksanaan syariat yang saat usianya menginjak 73 tahun 261 H, al-Bustami meninggal dunia di kota tempat kelahirannya, Bistam, sekaligus dimakamkan di Abu Bakar Atjeh, Pengantar Sejarah Su Dan Tasawwuf Solo Ramadhani, 1990, Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, 92– Ali Mas’ud, “Transformasi Sustik Abu Yazid Al Bisthami,” Nizamia 4 June 2001, 49. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ11Vol. 20, No. 1, Januari 20202. Pemikiran Tasawuf al-BustamiAbu Yazid al-Bustami merupakan salah satu guru yang ada dalam silsilah Tarekat Shadziliyyah, Suhrawardiyyah, dan beberapa tarekat lain. Menurut Said Aqil Siraj, di dalam tasawuf, al-Bustami tidak mengangkat isu atau termino- logi baqa’. Ia mempunyai terminologi bahwa manusia dipenjara oleh materi dan nafsu. Kalau ingin masuk dalam alam malakut, alam mala’ al-a’la atau alam universal, yang harus dilakukan seseorang adalah dengan menghancurkan diri. Dengan begitu, seorang su baru bisa sampai kepada keadaan ittihad, yaitu ber-satunya su dengan Allah ini merupakan salah satu di antara generasi pertama kaum su yang berperan penting dalam membangun sistematika sejarah tasawuf. Ia tak ingin dipuji dan dikenal oleh banyak orang, karena itu ia tergolong sebagai kelompok Malamatiyyah, yaitu kelompok yang suka mencela dirinya sendiri. Al-Bustami dianggap sebagai penggagas konsep fana’ ketika terjadi kesatuan ittihad antara su dengan Tiga terma tasawuf yang tak terpisahkan dalam konsep tasawuf al-Bustami adalah fana’, baqa’, dan ittihad. Sebelum seorang su dapat bersatu dengan Tuhan, ia harus terlebih dahulu menghancurkan dirinya. Selama ia belum dapat menghancurkan dirinya, yaitu selama ia masih sadar akan dirinya, ia tak akan dapat bersatu dengan dengan Tuhan. Penghancuran ini yang disebut dengan fana’ .47 Di dalam fana’, seseorang akan memasuki fase la shu’ur, yaitu tidak merasa apa-apa hingga tidak merasa- kan wujud dirinya sendiri, dan pada waktunya nanti, ketika seseorang sudah mampu tidak merasakan wujud diri yang semu ini, maka ia akan masuk pada Wujud Yang Hakiki, yaitu wujudnya menuju fase fana’ ini bukan perkara yang mudah. Perlu proses yang panjang supaya seseorang bisa mencapai fase fana’ ini. Proses tersebut ditandai dengan huyum, yaitu keadaan ketika seorang su mulai kehilangan kesadaran-nya secara perlahan. Kemudian majdhub, yaitu tersedot atau tertarik oleh Wujud Yang Mutlak. Setelah itu adalah fana’ dan fana’ al-fana’, yaitu keadaan lupa bahwa dia telah hancur. Imam al-Junaid kemudian mengingatkan bahwa setelah fase ini haruslah ada fase baqa’. 4945 Said Aqil Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said Surabaya Khalista, 2012, Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said, Ibid. 12 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANJika seseorang dalam keadaan fana’, maka seringkali tindakan dan ucapan-nya memunculkan kontroversi. Su tersebut bisa saja mengucapkan kata-kata yang sering disebut dengan shatahat, yaitu ungkapan aneh yang keluar dari mulut seorang su ketika menyatu dengan Tuhan atau Dalam bahasa psikologi modern, dapat dikatakan bahwa fana’ adalah kondisi intuitif di mana seseorang untuk beberapa lama kehilangan perasaannya terhadap ego. Kondisi fana’ yang dialami oleh su ini merupakan keadaan insidental, artinya hanya terjadi atau dilakukan pada kesempatan tertentu saja, bukan kejadian secara ter-atur atau rutin, sebab jika berlangsung secara terus-menerus justru bertentangan dengan syariat Hai inilah yang kemudian diperingatkan oleh Imam al-Junaid bahwa tidak dibenarkan terus-terusan dalam kondisi fana’. Harus ada fase baqa’ ba’d al-fana’, sebab fase fana’ masih rendah dan masih proses. Setelah itu seharusnya ada fase baqa’ , yang artinya dari hilang menjadi sadar fana’ yang dialami al-Bustami ini tercermin dalam ucapannya berikut Artinya Aku tahu pada Tuhan melalui diriku, hingga aku hancur. Kemudian aku tahu pada-Nya melalui diri-Nya, maka aku pun          Artinya Dia membuat aku gila pada diriku sehingga aku mati. Kemudian Dia membuatku gila pada-Nya, dan aku pun hidup. Aku berkata, “Gila pada diriku adalah kehancuran dan gila pada-Mu adalah kelanjutan Kelanjutan dari fase fana’ adalah fase ittihad atau ketika seorang su sudah mencapai fase fana’ al-fana’, maka selanjutnya ia akan mengalami ittihad, yaitu keadaan seorang su yang telah merasa dirinya bersatu dengan Tuhan, di mana yang mencintai dan dicintai telah menjadi satu, sehingga salah satu dari mereka dapat memanggil yang satu lagi dengan kata-kata “Hai Aku”. Dalam ittihad, yang dilihat hanyalah satu wujud, meski pada dasarnya ada dua wujud yang saling Mas’ud, “Transformasi Sustik Abu Yazid al-Bisthami,” Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Ibid., 65. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ13Vol. 20, No. 1, Januari 2020Ittihad berawal dari fase fana’. Dalam hal ini al-Bustami meninggalkan diri-nya dan pergi kehadirat Tuhan. Isyarat tersebut tampak ketika al-Bustami meng-aku melihat Tuhan dalam mimpi dan mendapatkan perintah agar meninggalkan dirinya dan datang kepada Tuhan agar dirinya lebih dekat kepada Inilah yang menurut penulis merupakan cikal bakal lahirnya konsep yang diterangkan di atas, ketika sedang mengalami ittihad, al-Bustami selalu melontarkan kata-kata yang sulit dipahami yang dalam terma tasawuf sering disebut dengan shatahat. Di antara shatahat kontroversial yang pernah diungkapkan al-Bustami adalah saat ia mengaku telah melakukan mikraj sebagaimana yang dilakukan Rasulullah Selain itu, al-Bustami juga tidak jarang melontarkan ungkapan-ungkapan kontroversial yang jika dipahami oleh orang awam akan sangat berbahaya, di antaranya adalahManusia taubat dari dosa-dosa mereka, tetapi aku tobat dari ucapanku “Tiada Tuhan selain Allah” karena dalam hal ini aku memakai alat dan huruf, sedang Tuhan tidak dapat dijangkau dengan huruf dan memasuki fase ittihad, al-Bistami terkadang mengucapkan ungkapan berikut          Artinya Tuhan berkata “Hai Abu Yazid, semuanya dari mereka adalah makhluk-Ku kecuali engkau. Aku pun berkata “aku adalah Engkau, Engkau adalah aku, dan aku adalah Engkau.”59                Artinya Percakapan pun terputus, kata menjadi satu, bahkan seluruhnya menjadi satu. Tuhan pun berkata “Hai engkau!” aku dengan perantaran-Nya menjawab, “Hai Aku”, Tuhan berkata “Engkaulah yang satu”, aku pun men-jawab “Akulah yang satu”. Tuhan selanjutnya berkata “Engkau adalah Engkau”. Aku menjawab “Aku adalah aku.”6056 Ibid., Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Ibid., Ibid. 14 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMAN   Artinya Tidak ada Tuhan selain Aku, maka sembahlah Artinya Mahasuci Aku, Mahasuci Aku, Betapa Agungnya  Artinya Yang ada dalam jubah ini hanya orang awam yang baru mendengar kata tersebut, pasti akan mengira bahwa al-Bustami telah gila ataupun kar karena mengaku dirinya Tuhan. Akan tetapi patut diketahui bahwa pengucapan kata “Aku” dalam shatahat al-Bustami bukan sebagai gambaran dari al-Bustami, melainkan sebagai gambaran Tuhan. Dengan kata lain, al-Bustami dalam fase ittihad berbicara dengan nama Tuhan, atau lebih tepat jika dikatakan bahwa Tuhan berbicara melalui lidah al-Bustami. Dengan demikian, dalam hal ini al-Bustami tidaklah mengaku sebagai Berbeda dengan ungkapan Fir’aun Ana rabbukum al-A’la yang memang ber-maksud membangga-banggakan dirinya silang pendapat terkait pengucapan shatahat di atas. Imam al-Junaid menolak hal tersebut, akan tetapi Abd al-Qadir al-Jilani, seorang su sekali-gus fakih dari mazhab Hanbali menetapkan satu ketentuan bahwa jika ucapan tersebut diucapkan dalam keadaan sadar, maka jelas dilarang. Namun, ketika diucapkan dalam keadaan ghaibah atau tidak sadar, maka tidak ada hukum Imam Ibn Taimiyah juga mengkhawatirkan jika shatahat semacam itu dilakukan dengan pura-pura atau majdhub yang tidak Jika terjadi dalam hal ini, tentu yang demikian ini Shatahat di atas dapat dipahami bahwa dalam kondisi ittihad, rohani al-Bustami keluar dari dirinya. Pada saat seperti inilah terjadi penyatuan dengan Tuhan. Dengan demikian, penyatuan dalam konsep ittihad ini bukan penyatuan 61 Ibid., Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said, Shā'ī and 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said, 38. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ15Vol. 20, No. 1, Januari 2020sifat, penyatuan wujud, atau Tuhan mengambil tempat pada tubuh al-Bustami, akan tetapi penyatuan yang terjadi adalah penyatuan Al-Hallaj w. 309 H1. Biogra Singkat al-HallajNama lengkapnya adalah Abu Mud al-Husain bin Mansur Mahamma al-Baidawi al-Hallaj. Lahir pada tahun 244 H/858 M di Desa Tur, sekitar 30 km dari arah utara Kota Konon, katanya al-Hallaj ini pada asalnya seorang yang beragama Majusi, dan masih keturunan sahabat Abu Akan tetapi, menurut versi yang lain, bahwa yang beragama Majusi adalah kakeknya yang bernama masa kecil, ia sering berpindah dari satu tempat ke tempat yang lain mengikuti kepindahan keluarganya. Dari tanah kelahirannya, al-Hallaj dibawa menuju ke Kota Ahwaz dan akhirnya sampai di Kota Wasit yang terkenal dengan pendidikan al-Qur’annya. Di Wasit inilah sang ayah bekerja sebagai pembusar kapas dan berkat ketekunannya ia dapat mendirikan pabrik. Lalu, al-Hallaj di-masukkan ke sekolah khusus al-Qur’an, dan dalam jangka waktu dua tahun, ia sudah mengkhatamkan al-Qur’an. Bahkan pada usianya yang masih 12 tahun, ia sudah paham maksud dan tafsiran al-Qur’ usia 16 tahun, al-Hallaj sudah menguasai berbagai macam ilmu, dan berdasarkan nasihat pamannya, ia akhirnya meninggalkan Wasit menuju Desa Tustar untuk berguru kepada Sahl bin Abdullah al-Tustari w. 283 H. Dari gurunya ini al-Hallaj mulai mengenal ajaran tasawuf pada tahap awal, seperti melaksanakan sunnah Rasul dan praktik-praktik kezuhudan, misalnya puasa dan salat sunnah. Setelah itu ia bertolak ke Basrah untuk berguru kepada Amir bin Uthman al-Makki w. 297 H, salah seorang murid kesayangan al-Junaid. Sejak saat itu al-Hallaj dikenal sebagai seorang su.73 Dalam beberapa literatur lain disebutkan bahwa al-Hallaj pernah berguru langsung ke Imam al-Junaid di Di Baghdad al-Hallaj kemudian mengarang beberapa kitab. Jumlah-68 Mas’ud, “Transformasi Sustik Abu Yazid al-Bisthami,” Ali Khatib, Ittijahat al-Adab al-Su Bain al-Hallaj wa Ibn Arabi Kairo Dar al-Ma’arif, 1404, Shā'ī and 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, Khatib, Ittijahat al-Adab al-Su, Badrudin, “Pusaran Arus Syariat dan Tasawuf dalam Keberagaman al-Hallaj,” El Qisth 1 March 2015 Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, 113. 16 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANnya sekitar 49 judul buku. Dua di antaranya mengenai politik, dan yang paling terkenal berjudul Al-Siyasah wa al-Khulafa’ wa al-Umara’ yang ditemukan di perpustakaan Ali bin Isa al-Wazir. Akan tetapi, kitabnya tidak ada yang sampai kepada kita pada saat ini kecuali yang berjudul pernah menikah dengan putri seorang su kenamaan bernama Abu Ya’qub al-Aqta dan memiliki tiga orang anak, tetapi tidak diketahui siapa saja nama anak mereka kecuali hanya Hamd yang menulis biogra ayahnya, Al-Hallaj memiliki perilaku-perilaku di luar kebiasaan, bahkan ia sering menampilkannya di muka publik. Ia pernah mengeluarkan dirham dan misik dari telapak tangannya. Ia juga mengetahui perkataan serta pikiran hati orang lain. Pernah juga suatu ketika ia membawa apel yang ia katakan apel dari surga, tetapi ketika dipegang oleh orang lain berubah menjadi kotoran manusia. Kelebihan lain yang dimiliki adalah mampu menghidupkan binatang mati milik Khalifah al-Muqtadir. Bahkan, konon, al-Hallaj juga bisa menghidupkan orang mati, memerintah jin, dan malaikat sesuai dalam sehari semalam al-Hallaj melakukan shalat sebanyak 400 kali, dan di setiap shalat itu, al-Hallaj selalu memperbarui mandinya. Ketika ditanya alasan melakukan hal yang memberatkan itu, al-Hallaj menjawab bahwa bagi orang yang rindu tidak akan pernah mengeluh untuk melakukan apa saja yang diminta oleh yang dirindukan. Mandi itu ibarat waktu istirahat sebelum menuju shalat kehebatan-kehebatan itulah, al-Hallaj kemudian mempunyai banyak pengikut. Namun, tak sedikit juga yang menghukuminya sebagai tukang sihir, kar, dan zindiq yang telah keluar dari aturan al-Qur’an dan al-Hadis. Bahkan, ia juga dituduh sebagai penyihir yang berlindung di balik perjalanan hidup al-Hallaj tidak pernah lepas dari ancaman karena memang berawal dari ajarannya yang kontroversial. Hal ini bermula ketika al-Hallaj berusia 53 tahun, namanya mulai menjadi buah bibir para ahli kih. Salah satunya adalah Ibn Daud al-Isfahani, seorang ulama dari Mazhab Zahiri yang cenderung tekstualis, mengeluarkan satu fatwa untuk membantah dan mem- berantas ajaran al-Hallaj. Ibn Daud pada masa itu merupakan ulama yang cukup 75 Khatib, Ittijahat al-Adab al-Su, M. Subkhan Anshori, Filsafat Islam Antara Ilmu dan Kepentingan, Edisi ke-2 Kediri Pustaka Azhar, 2011, 208– Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Anshori, Filsafat Islam, 209. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ17Vol. 20, No. 1, Januari 2020berpengaruh baik bagi kalangan ulama yang lain maupun pemerintah. Karena itu al-Hallaj ditangkap dan dipenjara pada tahun 297 H. Namun, setelah satu tahun di dalam penjara, al-Hallaj dapat melarikan diri dengan pertolongan sipir penjara yang kelihatannya bersimpati terhadap kehidupan al-Hallaj selama di penjara. Al-Hallaj kemudian melarikan diri ke Sus di wilayah Ahwaz. Di sana ia bersembunyi selama empat tahun dengan pendirian dan keyakinan ajarannya yang tidak berubah. Namun, pada akhirnya tahun 301 H al-Hallaj ditangkap kembali dan dimasukkan lagi ke penjara selama delapan ditangkap kembali, al-Hallaj tak sedikit pun mengubah ajarannya, justru ia semakin mantap dengan keyakinannya itu. Akhirnya, pada tahun 309 H, diadakanlah persidangan ulama di bawah komando Khalifah al-Muqtadir Billah, tepat pada 18 Dhulqa’dah 309 H, diputuskan bahwa al-Hallaj harus di-bunuh dengan cara dipukul, dicambuk dengan cemeti, lalu disalib. Sesudah itu, kedua tangan dan kakinya dipotong, serta lehernya dipenggal. Jasad dan poto-ngan-potongan tubuhnya dibiarkan tergantung di pintu gerbang Kota Baghdad agar menjadi peringatan bagi siapa saja untuk tidak mengikuti ajaran al-Hallaj. Setelah itu, jasadnya dibakar dan abunya dihanyutkan dalam Sungai Konon, katanya ketika abu jasad al-Hallaj dihanyutkan ke sungai, abu tersebut membentuk tulisan “Ana al-Haq”.82Terkait dengan ajaran dan keyakinan yang membuat al-Hallaj sampai diek-sekusi mati tersebut, akan penulis jelaskan pada bagian Pemikiran Tasawuf al-HallajMembedah pemikiran al-Hallaj utamanya yang berkenaan dengan tasawuf merupakan satu hal yang penting. Terlepas dari kontroversi ajarannya, al-Hallaj telah banyak mempengaruhi perkembangan pemikiran tasawuf Islam pada masa sesudahnya. Al-Hallaj merupakan pintu pengantar pembentukan tasawuf falsa yang melenceng dari praktik-praktik kesuan Nabi dan para sahabatnya. Jika al-Bustami banyak mempengaruhi pemikiran al-Hallaj, maka al-Hallaj adalah pioner bagi pemikiran tasawuf berikutnya yang diikuti oleh para su seperti Hakim al-Tirmidhi, Ibn al-Arabi, Abd al-Karim al-Jili, Jalal al-Din al-Rumi, dan su-su lain yang sejalan Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Ibid., Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, Anshori, Filsafat Islam, 207. 18 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANHamka meringkas ajaran tasawuf al-Hallaj menjadi tiga Hulul, al-Haqiqah al-Muhammadiyyah, dan Kesatuan Segala Dari ketiga ajarannya ini tentu yang sangat menarik perhatian adalah ajarannya tentang merupakan paham yang mengatakan bahwa Tuhan memilih tubuh-tubuh manusia tertentu untuk mengambil tempat di dalamnya, setelah sifat-sifat kemanusiaan yang ada dalam tubuh itu dilenyapkan. Menurut al-Hallaj, Tuhan mempunyai dua sifat dasar, yaitu sifat ketuhanan lahut dan sifat kemanusiaan nasut.85 Pun demikian dengan manusia, ia juga memiliki dua sifat lahut dan nasut Pendapat akan adanya sifat tersebut didapat atas pemahaman terhadap hadis  Sesungguhnya Allah menciptakan Adam sesuai dengan bentuk-NyaAdam adalah satu kesan yang kuat tentang ketuhanan, yaitu sebuah objek-tivitas ketuhanan di dalam bentuk seorang manusia, dan Tuhan pun sejak semula telah memanifestasikan diri-Nya melalui Adam. Maka tidak heran ketika dahulu Malaikat dan Jin diperintahkan sujud kepada Adam, karena Adam adalah mani-festasi dari keyakinan ini, jika manusia bisa melenyapkan sifat nasut-nya dengan berbagai macam ibadah, maka yang tertinggal dalam dirinya adalah sifat lahut. Saat itulah Tuhan dengan membawa sifat nasut-Nya dapat turun dan mengambil tempat ke dalam raga kasar Pendapat al-Hallaj ini terlihat dari shatahat-nya berikut        Maha Suci Zat Yang Sifat Kemanusiaan-Nya membuka rahasia cahaya ketuhanan-Nya yang gemilangkemudian kelihatan bagi makhluk-Nya dengan nyatadalam bentuk manusia yang makan dan Hamka, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, Ibid., 117. 88 Shā'ī and 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, 122. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ19Vol. 20, No. 1, Januari 2020Pengambilan tempat Tuhan dalam tubuh manusia digambarkan al-Hallaj bagaikan air suci yang bercampur dengan anggur. Hal ini terlihat dalam shatahat-nya berikut            Jiwa-Mu disatukan dengan jiwakubagaikan anggur disatukan dengan air sucidan jika ada sesuatu yang menyentuh Engkauia menyentuh aku puladan ketika itu aku dalam tiap halEngkau adalah         Aku adalah Dia yang kucintaDan Dia yang kucinta adalah akuKami adalah dua jiwa yang bertempat dalam satu tubuhJika engkau lihat aku engkau lihat DiaDan jika engkau lihat DiaEngkau lihat yang sering diingat terkait ungkapan "ana al-haqq" ini terjadi pada suatu hari al-Hallaj mengetuk pintu rumah Imam al-Junaid. Lalu, al-Junaid ber-tanya “Siapa yang ada di situ?” Al-Hallaj kemudian menjawab “al-Haqq”. Al- Junaid langsung menegurnya “Janganlah kau berkata seperti itu, tapi katakanlah Saya datang atas nama al-Haqq’." Bahkan, waktu itu al-Junaid sudah meramalkan bahwa al-Hallaj akan disalib di tiang gantungan hingga darahnya mengotori al-Hallaj mengucapkan “ana al-haqq”, maka ia sedang dalam lingku-ngan makrifat yang merasakan kekosongan dunia akhirat dan yang ada hanya keesaan Allah. Bagi al-Hallaj, kata ganti “ana aku” berarti ciptaan Allah. Bahkan sik pun ciptaan Allah. Karena itu, kata “aku” merupakan hak dan otoritas yang 90 Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Shā'ī and 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, 116. 20 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANhanya ada pada Allah. Manusia menggunakan kata ganti “aku” hanya bersifat sementara dan pinjaman dari ajaran Hulul ini merupakan respons atas kehidupan yang bersifat keduniawian. Dalam teori lsafat tasawuf, Tuhan adalah sesuatu yang dipan- dang murni dan bersih. Oposisinya adalah fenomena keduniawiaan yang men-jadi basis kehidupan manusia. Dua hal tersebut diterjemahkan sebagai reeksi dari kebaikan melawan kegelapan geerlapnya materi dunia. Dari sini, upaya untuk membersihkan diri dari godaan dunia dianggap sebagai cara tepat untuk mendekatkan diri pada Tuhan. Penjabarannya, dengan perilaku fana’ terhadap dunia termasuk meleburkan sisi ego kemanusiaannya, sebagian sifat dasar ke-tuhanan ternyata sanggup masuk dalam raga manusia. Oleh sebab itu, al-Hallaj menawarkan ajaran Hulul manusia bisa mencapai fase Hulul ini, maka al-Hallaj membuat fase-fase pendahuluan. Fase pertama ialah berlaku zuhud yang diuraikannya dengan istilah tahdhib, taqrib, dan tafrid. Fase kedua adalah pembersihan secara pasif yang diungkapkannya dengan terma idtirar, bala’, istihlak al-nasutiyyah, khala’, dan fana’ an awsaf al-bashariyyah. Pada fase ini seorang su dipanggil dengan istilah murad, yaitu seseorang yang dihasrati oleh Tuhan. Fana’ menurut al- Hallaj merupakan kejadian di luar dari kehendaknya. Dengan keadaan ini, lalu al-Hallaj menjadikan Allah sebagai satu-satunya poros yang selalu diingatnya. Setelah keadaan ini baru masuk fase berikutnya. Fase ketiga adalah kehidupan bersatu yang digeneralisasi dalam ungkapan ain al-jam’, raf’ al-ananiyah, dan qa’im bi al-haqq. Setelah tahap fana’ yang terjadi di luar rasionalitas manusia, barulah secara otomatis terjadi bagaimanapun ungkapan shatahat al-Hallaj, ia pada dasarnya tidak mengakui dirinya adalah Tuhan sebagaimana ungkapannya berikut       Aku adalah rahasia Yang Maha BenarDan Bukanlah Yang Maha Benar itu akuAku hanya satu dari yang benarMaka bedakanlah antara Siraj, Dialog Tasawuf Kiai Said, Falatehan, Tasawuf Falsa Persia, Ibid., Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, 74. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ21Vol. 20, No. 1, Januari 2020Ajaran berikutnya yang dikenalkan al-Hallaj adalah konsep Nur Muham-madiyyah yang merupakan bentuk kesinambungan dari Hulul. Nur Muhamma-diyyah merupakan cerminan dari Hulul Tuhan kepada manusia. Memperoleh Nur Muhammadiyyah sama halnya dengan kemampuan melakukan Hulul. Nur Muhammadiyyah merupakan makhluk pertama yang diciptakan oleh Tuhan. Ia adalah manusia yang telah diciptakan dari entitas, sifat-sifat, dan nama-nama Tuhan. Ia adalah Adam dari tinjauan substansinya, bukan dari siknya. Ia adalah makhluk spiritual yang selalu menitis dari nabi ke nabi dan dari wali ke wali. Keberagaman para nabi dari masa ke masa hanya dianggap sebagai penjelmaan dari satu entitas. Tidak ada perbedaan di antara mereka, karena mereka berasal dari entitas yang Muhammadiyah bukanlah Nabi Muhammad Saw. dalam teori ini, Nabi Muhammad memiliki perwujudan ganda. Pertama adalah Muhammad Saw. yang lahir di Makkah sebagai Nabi orang Islam; dan yang kedua adalah Muhammad spiritual yang telah diciptakan lebih dahulu seiring dengan keberadaan Tuhan. Anehnya, meskipun al-Hallaj beragama Islam, tetapi ia meyakini bahwa keber-adaan Nur Muhammadiyah paling sempurna adalah saat Nur itu berada pada diri Isa al-Masih dan bukan pada diri Nabi Muhammad Saw. jadi menurut al-Hallaj, sumber informasi dari Isa al-Masih ini dianggap lebih sempurna. Hal tersebut menurut penilaian al-Hallaj, kehidupan su yang ditampakkan oleh Isa al-Masih dianggap lebih tinggi dari Nabi Muhammad Muhammadiyah ini pulalah yang menunjukkan keunggulan derajat ke-walian dan kenabian. Ketika derajat kewalian lebih tinggi dari kenabian, maka para wali berhak memahami arti ibadah secara berbeda dengan pemahaman umum, bahkan dengan nabi sekalipun. Ini tampak pada diri al-Hallaj sendiri. Al-Hallaj misalnya, memiliki denisi tersendiri tentang shalat. Baginya shalat itu adalah doa yang keluar dari relung hati paling dalam. Shalat merupakan ritual-ritual kesudian yang mampu menghantarkan para su menyatu dengan Tuhan. Al-Hallaj menganggap bahwa praktik shalat dengan ruku’, sujud, dan sebagainya itu adalah penghalang dalam pencapaian penyatuan dengan Tuhan. Dari sinilah akhirnya al-Hallaj berkesimpulan bahwa orang yang telah mencapai kesem- purnaan derajat kewalian, berarti telah terbebas dari tuntutan syariah. Ia diper-bolehkan memahami arti syariah secara berbeda dengan pemahaman 97 Anshori, Filsafat Islam, Ibid., Ibid., 223. 22 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANBerawal dari Nur Muhammadiyah ini pula, al-Hallaj kemudian memuncul-kan ajaran kesatuan dari semua agama. Menurutnya, tidak ada perbedaan antara Islam, Kristen, Yahudi, Nasrani, dan Namun, di balik ajaran ke-satuan semua agama ini, pada dasarnya al-Hallaj ingin meminimalisir praktik ketidakadilan yang bertendensikan perbedaan agama. Bangsa Persia yang tidak beragama Islam harus diberikan hak sama sebagaimana orang dijelaskan di atas, bahwa akhir hidup al-Hallaj ini bisa dibilang tragis, ia dibunuh sedemikian Sebagaimana diringkas oleh Nasution, penyebab dibunuhnya al-Hallaj secara sadis ini adalah karena empat hal berikuta. Kepemilikan hubungan dengan gerakan Syiah Qaramitah yang mempunyai paham komunis dan mengadakan teror, menyerang Makkah pada 930 M, merampas Hajar Aswad, dan menentang pemerintahan Bani Bahkan, dalam literatur lain disebutkan bahwa al-Hallaj yang ada di balik gerakan Keyakinan para pengikutnya bahwa ia mempunyai sifat ketuhanan, dan di-ikuti oleh para rakyat Ucapan kontroversialnya “ana al-haqq.” 105d. Menganggap ibadah haji tidak Dalam literatur lain disebutkan bahwa menurut al-Hallaj, haji itu sifatnya harus bathini bukan zahiri. Artinya, jika seseorang ingin melakukan ibadah haji, ia tak perlu pergi ke Makkah. Ia cukup membangun ruangan suci dan bersih yang di dalamnya didirikan Kakbah sebagaimana Ka'bah di Makkah, dan ketika datang bulan haji, maka ia cukup melakukan ritual haji di Ka'bah yang ia buat itu setelah itu ia harus mengumpulkan 30 anak yatim di dalam rumahnya dan memberi mereka makanan, membersihkan tangan mereka dengan air, lalu memberi pakaian dan uang kepada mereka. Jika itu semua sudah dilakukan, maka ia sama saja dengan melakukan ibadah haji di 100 Ibid., Naisaburi, Tazkirat al-Auliya’, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Anshori, Filsafat Islam, Nasution, Falsafat dan Mistisisme dalam Islam, Anshori, Filsafat Islam, 211. PEMIKIRAN TASAWUF FALSAFI AWAL RABI'AH AL-'ADAWIYAH, AL-BUSTAMI, DAN AL-HALLAJ23Vol. 20, No. 1, Januari 2020E. KesimpulanTerlepas dari kontroversi yang ada, setidaknya ketiga su di atas merupakan pioner bagi sufi-sufi generasi berikutnya, utamanya terhadap perkembangan tasawuf falsa berikutnya yang kemudian memunculkan nama-nama seperti Ibn Arabi, Suhrawardi, dan sebagainya. Dari perkembangan pemikiran tasawuf falsa tahap awal inilah lahirlah tiga konsep tasawuf, yaitu mahabbah Ilahiyah, ittihad, dan hulul. Tiga konsep ini merupakan konsep awal dari tasawuf falsa dalam tradisi Islam. Dengan demikian, tasawuf falsa itu tidak dimulai sejak abad ke-6 H, melainkan lebih awal dari itu, yaitu sejak masa Rabi’ah al-Adawiyah, al-Hallaj, dan itu, semua konsep tasawuf yang disebut di atas merupakan puncak dari pengalaman sustik ketiga su tersebut. Menurut penulis, pada dasarnya ketiga konsep tersebut adalah konsep yang saling berkaitan dan merupakan pengembangan dari konsep sebelumnya. Misalnya, semua su mengakui konsep mahabbah Ilahiyah, dan merupakan tahapan yang harus dicapai untuk menuju tahap berikutnya yang lebih Rabi’ah al-Adawiyah mahabbah tidak harus menimbulkan sikap tidak sadar atau fana’, karena dalam mengungkapkan mahabbah Ilahiyah-nya, Rabi’ah mengungkapkannya layaknya orang yang benar-benar dimabuk cinta. Ia selalu sadar dalam ucapannya. Lebih dari itu, belum tampak jelas konsep penyatuan Tuhan dan Manusia di dalam konsep mahabbah Ilahiyah. Al-Bustami kemudian mengembangkannya. Baginya setelah orang itu mempunyai mahabbah Ilahiyah yang begitu tinggi, ia akan memasuki fase fana’ dan selanjutnya ke fase ittihad. Al-Hallaj pun memiliki konsep yang mirip dengan al-Bustami. Bagi al-Hallaj, setelah orang tersebut fana’, barulah terjadi hulul yang tidak hanya penyatuan Tuhan dan Manusia, tetapi Tuhan menempati tubuh manusia. Hulul merupakan pengembangan dari konsep paling penting, dan yang patut diketahui, pengalaman sustik antara satu orang dengan yang lain itu sifatnya sangat individualistis personal. Dengan cara yang sama maupun tahapan yang sama, apa yang dicapai seseorang tentu memberikan hasil yang berbeda-beda. Jadi yang paling bijak ialah menilai apa yang diucapkan oleh su-su di atas, sebagai satu hal yang bukan merupakan kebenaran umum, melainkan pemikiran mengenai kebenaran yang sifatnya per-sonal dan kondisional menurut su-su tersebut. ☐ 24 Vol. 20, No. 1, Januari 2020MUBAIDI SULAEMANDaar PustakaAnshori, M. Subkhan. Filsafat Islam Antara Ilmu dan Kepentingan. Edisi ke-2. Kediri Pustaka Azhar, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Su dan Tasawwuf. Solo Ramadhani, Abd al-Rahman. Shahidah al-`Ishq al-Ilahi Rabi`ah al-`Adawiyyah. 2nd Edition. Kairo Maktabah al-Nahdah al-Misriyyah, “Pusaran Arus Syariat dan Tasawuf dalam Keberagaman al-Hallaj.” El-Qisth 1, March Aun Falestien. Tasawuf Falsa Persia di Masa Klasik Islam. Surabaya Dakwah Digital Press, Tasawuf Perkembangan dan Pemurniannya. Edisi ke-19. Jakarta PT. Pustaka Panjimas, Muhammad Atiyyah. Rabi’ah al-’Adawiyah, terj. Aliudin Mahjuddin. Jakarta Pustaka Firdaus, Ali. Ittijahat Al-Adab al-Su Bain al-Hallaj wa Ibn Arabi. Kairo Dar al-Ma’arif, Ali. “Transformasi Sustik Abu Yazid al-Bustami.” Nizamia 4, June Farid al-Din Attar. Tazkirat al-Auliya’. Markaz Tahqiqat, Harun. Falsafat dan Mistisisme dalam Islam Falsafat Islam-Mistisisme Islam-Tasawuf. Jakarta Bulan Bintang, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya. Jilid II. Cet. 6. Jakarta Penerbit Universitas Indonesia, Abd al-Karim bin Hawazin bin Abd al-Malik al-. Al-Risalah al-Qushai-riyah. Vol. 2. Kairo Dar al-Ma’arif, Hasan Mahmud, and Abu al-Yazd Abū Zayd 'Ajamī. Fi al-Tasawwuf al-Islam. Al-Kab'ah 1. Madnat Nadr, al-Qahirah Dar al-Salam, Said Aqil. Dialog Tasawuf Kiai Said. Surabaya Khalista, Rabi’ah al-’Adawiyah Hub Bal-Illahi Evolusi Jiwa Manusia Menuju Mahabbah dan Makrifah. Cet. II. Jakarta PT. Raja Grando Persada, Ibrahim Ibrahim Muhammad. Al-Madkhal ila Tasawwuf al-Falsa. Kuwait Muntada Sur al-Azbakiyyah, 2002. ResearchGate has not been able to resolve any citations for this Sufistik Abu Yazid al-BustamiAli Mas'udMas'ud, Ali. "Transformasi Sufistik Abu Yazid al-Bustami. " Nizamia 4, June and 'Ajamī, Fī al-Tasawwuf al-Islāmī, Arus Syariat dan Tasawuf dalam Keberagaman al-HallajBadrudinBadrudin. "Pusaran Arus Syariat dan Tasawuf dalam Keberagaman al-Hallaj. " El-Qisth 1, March adalah rahasia Yang Maha Benar Dan Bukanlah Yang Maha Benar itu aku Aku hanya satu dari yang benar Maka bedakanlah antara kamiFilsafat AnshoriIslamAnshori, Filsafat Islam, 209. Aku adalah rahasia Yang Maha Benar Dan Bukanlah Yang Maha Benar itu aku Aku hanya satu dari yang benar Maka bedakanlah antara kami. 96Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Solo RamadhaniAbu AtjehBakarAtjeh, Abu Bakar. Pengantar Sejarah Sufi dan Tasawwuf. Solo Ramadhani, Falsafi Persia di Masa Klasik IslamAun FalatehanFalestienFalatehan, Aun Falestien. Tasawuf Falsafi Persia di Masa Klasik Islam. Surabaya Dakwah Digital Press, al-'Adawiyah, terj. Aliudin Mahjuddin. Jakarta Pustaka FirdausMuhammad KhamisAtiyyahKhamis, Muhammad Atiyyah. Rabi'ah al-'Adawiyah, terj. Aliudin Mahjuddin. Jakarta Pustaka Firdaus, SirajAqilSiraj, Said Aqil. Dialog Tasawuf Kiai Said. Surabaya Khalista, 2012. PituahSyekh Abu Yazid Al-Busthami Kepada Muridnya Yang Sombong Dan Hikmah Dibalik Ajaran Melepas Keakuan ! Oleh : Raden Syair Langit ( Abah Leuweunggede ) Ada sebuah certia dari seribu cerita indah pada Syekh Abu Yazid Al-Busthami, yang insya Allah dapat kita ambil pelajarannya.

Login Register Newsletter پارسی home page proviences Alborz Ardabil Bushehr Chaharmahal Bak... East Azerbaijan Fars Gilan Golestan Hamadan Hormozgan Ilam Isfahan Kerman Kermanshah khuzestan Kohgiluyeh Boyer... kurdistan Lorestan Markazi Mazandaran North Khorasan Qazvin Qom Razavi Khorasan Semnan Sistan and Balu... South Khorasan Tehran West Azerbaijan yazd Zanjan Alborz Province Eshtehard Fardis Karaj Nazarabad Savojbolagh Taleqan Ardabil Province Ardabil Bileh Savar Germi Khalkhal Kowsar Meshgin Shahr Namin Nir Parsabad Sareyn Bushehr Province Asaluyeh Bushehr Dashtestan Dashti Dayyer Deylam Ganaveh Jam Kangan Tangestan Chaharmahal Bak... Province Ardal Borujen Farsan Kiar Kuhrang Lordegan Saman Shahrekord ben East Azerbaijan Province Ahar Ajab_Shir Azarshahr Bonab Charoymaq Hashtrud Heris Jolfa Kaleybar Khoda Afarin Malekan Maragheh Marand Miyaneh Osku Sarab Shabestar Tabriz Varzaqan bostan abad Fars Province Abadeh Arsanjan Bavanat Darab Eqlid Estahban Farashband Fasa Firuzabad Gerash Ghirokarzin Jahrom Kavar Kazeroun Kharameh Khonj Khorambid Lamerd Larestan Mamasani Marvdasht Mohr Neyriz Pasargad Rostam Sarvestan Sepidan Zarrin Dasht shiraz Gilan Province Amlash Astaneh Ashrafiyeh Astara Bandar-e Anzali Fuman Lahijan Langarud Masal Rasht Rezvanshahr Rudbar Rudsar Shaft Siahkal Sowme'eh Sara Talesh Golestan Province Aliabad Aqqala Azad Shahr Bandar-e Gaz Galikash Gomishan Gonbad-e Kavus Gorgan Kalaleh Kordkuy Maraveh Tappeh Minudasht Ramian Torkaman Hamadan Province Asadabad Bahar Famenin Hamedan Kabudrahang Malayer Nahavand Razan Tuyserkan Hormozgan Province Abumusa Bandar Abbas Bandar Lengeh Kish Bashagard Bastak Hajjiabad Jask Khamir Minab Parsian Qeshm Rudan Sirik Ilam Province Abdanan Badreh Chardaval Darreh Shahr Dehloran Eyvan Ilam Malekshahi Mehran Sirvan Isfahan Province Aran va Bidgol Ardestan Borkhar Buin_va_Miandasht Chadegan Dehaqan Falavarjan Fereydan Fereydunshahr Golpayegan Isfahan Kashan Khomeyni Shahr Khur and Biabanak Khvansar Lenjan Mobarakeh Nain Najafabad Natanz Semirom Shahin Shahr and... Tiran and Karvan Kerman Province Anar Anbarabad Arzuiyeh Baft Bam Bardsir Fahraj Faryab Jiroft Kahnooj Kerman Kuhbanan Manujan Narmashir Qaleh Ganj Rabor Rafsanjan Ravar Rigan Rudbar-e Jonub Shahr-e Babak Sirjan Zarand Kermanshah Province Dalahu Eslamabad-e Gharb Ghasr-e Shirin Gilan-e Gharb Harsin Jawanroud Kangawar Kermanshah Paveh Ravansar Sahneh Salas-e Babajani Sarpol-e Zahab Sonqor khuzestan Province Abadan Aghajari Ahvaz Andika Andimeshk Bagh-e_Malek Bandar-e Mahshahr Bavi Behbahan Dasht-e Azadegan Dezful Gotvand Haftkel Hamidiyeh Hendijan Hoveyzeh Izeh Karun Khorramshahr Lali Masjed Soleyman Omidiyeh Ramhormoz Ramshir Shadegan Shush Shushtar Kohgiluyeh Boyer... Province Bahmai Basht Boyer-Ahmad Charam Dena Gachsaran Kohgiluyeh Landeh kurdistan Province Baneh Bijar Dehgolan Divandarreh Kamyaran Marivan Qorveh Sanandaj Saqqez Sarvabad Lorestan Province Aligudarz Azna Borujerd Delfan Dorud Dowreh Khorramabad Kuhdasht Pol-e Dokhtar Rumeshkhan Selseleh Markazi Province Arak Ashtian Delijan Farahan Khomeyn Khondab Komijan Mahallat Saveh Shazand Tafresh Zarandieh Mazandaran Province Abbasabad Amol Babol Babolsar Behshahr Chalus Fereydunkenar Galugah Juybar Kelardasht Mahmudabad Miandorud Neka Noor Northern Savad... Nowshahr Qaem Shahr Ramsar Sari Savadkuh Simorgh Tonekabon North Khorasan Province Bojnord Esfarayen Farooj Garmeh Jajarm Maneh and Sama... Raz and Jargalan Shirvan Qazvin Province Abyek Alvand Avaj Buin Zahra Qazvin Takestan Qom Province Qom Razavi Khorasan Province Bajestan Bakharz Bardaskan Dargaz Davarzan Fariman Firuzeh Gonabad Joghatai Kalat Kashmar Khaf Khalilabad Khoshab Mahvelat Mashhad Nishapur Quchan Rashtkhvar Sabzevar Sarakhs Torbat-e_Heydarieh Zaveh binalood chenaran joveyn taybad Semnan Province Aradan Damghan Garmsar Mehdishahr Meyami Semnan Shahrud Sorkheh Sistan and Balu... Province Chabahar Dalgan Fanuj Hamon Hirmand Iranshahr Khash Konarak Mehrestan Mirjaveh Nik Shahr Nimrooz Qasr-e Qand Sarbaz Sib and Suran Zabol Zahedan Zehak saravan South Khorasan Province Birjand Boshruyeh Darmian Ferdows Khusf Nehbandan Qaenat Sarayan Sarbisheh Tabas Zirkuh Tehran Province Baharestan Damavand Eslamshahr Firuzkuh Malard Pakdasht Pardis Pishva Qarchak Qods Rey Robat Karim Shahriar Shemiran Tehran Varamin West Azerbaijan Province Bukan Chaldoran Chaypareh Khoy Mahabad Maku Miandoab Naqadeh Oshnavieh Piranshahr Poldasht Salmas Sardasht Shahin Dezh Showt Takab Urmia yazd Province Abarkuh Ardakan Ashkezar Bafq Behabad Bahabad Khatam Mehriz Meybod Taft Yazd Zanjan Province Abhar Ijrud Khodabandeh Khorramdarreh Mahneshan Soltaniyeh Tarom Zanjan Tourist attracions Customs Goods And Crops Map and Distance Distance Iran Semnan Shahrud Bayazid Bastami Mosque Photos Description Map Route Tourist attractions Users posts Bayazid Bastami also known as Abu Yazid Bistami or Tayfur Abu Yazid al-Bustami, 804-874 or 877/8 CE was a Persian Sufi. He was born in Bastam, Iran. Bayazid Bastami RA who helped his successors and eager followers of Sufism to understand the concepts of Fana annihilation of the self in Allah and Baqa remaining in the existence of Allah. his tomb is located north of the mausoleum of Imamzadeh Mohammad in Bastam. The tomb of this great Gnostic is extremely simple in architecture. On the tomb is a slab of marble, engraved with sayings from Hazrat Ali AS Located on the outskirts of the village are two clusters of structures that were perhaps originally joined as one group. The larger building cluster includes the mausoleum of Bayazid; a Seljuk minaret and part of a Seljuk wall; the mausoleum of Imamzada Muhammad Bistam Mirza; two other tombs and oratories; an entrance iwan portal and corridor; an iwan portal opposite this; a madrasa built by Shah Rukh. Extant traces of pre-Seljuk construction indicate that work on the shrine of mystic Bayazid ...see more al-Bistami or 877 may have begun not long after his death. The minaret and a wall fragment of a mosque remain from the Seljuk period both now incorporated into the existing mosque, dated by an inscription to 514/1120. Repairs were undertaken during the reign of Ghazan Khan, and the mosque within the shrine complex was decorated with carved stucco. This work, and much of the work to follow, was undertaken by Muhammad ibn al-Husayn ibn Abi Talbod Damghan, including a fine mihrab inscribed with his name and the Date 699/1299. A second period of construction, also under Muhammad ibn al-Husayn is dated to the reign of Oljeitu and includes the addition of an eastern entrance portal and corridor; an iwan situated across the courtyard from this portal; and possibly includes the enclosing of the entire shrine complex. The entrance portal is formed of a tall arch with a semi-dome of muqarnas, the walls covered with faience and unglazed terracotta. Unlike typical contemporary examples of faience in western Iran which use smaller units of squares, rectangles and triangles in an interlocking geometry, at Bastam parallelepipeds or more complex forms with moulded elements in relief intersect to form borders. The iwan across the courtyard is decorated similarly. This iwan possibly once lead to a second courtyard that no longer exists. Reference to post comment you must Login [posttitle] [postbody] مشاهده مطلب Dear by editing your belief, all likes, will be lost. Do you want to continue?you can submit your belief only once, so you can edit your previous belief.Are you sure you want to remove your belief?YesNoYour belief has been successfully updatedSendyou have successfully removed your belief.Your Beliefs Sent Successfulthank you for your cooperation.have a problem to send data, please try again in later moement1NameTitleBeliefCommentYour post must not be more than 500 charactersAre you sure you want to remove your comment?you have successfully removed your comment.Your comment updated successfulEditDeleteWarning the sorce of this activity will be addad to your total scorces after calculation.Your browser is obsoleteTo observe the website accurately use the latest browser's versions The tilte cannot be emptyDear User To send data you must Login Are you sure you want to remove this dialogue?you have successfully removed dialogue.Your dialogue Sent SuccessfulDurable dialogue ofdialogue has been successfully updatedDistanceBetweenandFromToNo map has been traced for this routing yettimeYou should have at least one choice from the current listThanks toYou should just upload jpg/jpeg/png/gif/tif/bmp file!Your picture file size must be less than or equal to 2MB!Dear user, sending picture is allowed just for membersDirection from hereDirection to hereSubscriptionNewsletteruseryour e-mail is invalidCongratulations, you are now one of our Tishinehs' subscriber. Please look forward to receiving our mails.You have already registeredStatuswalkingcarPrintCongratulationDear user, your account information is insufficient. Please complete the form belowFirstName PersianLastName PersianSmaller mapLarger mapFix map on topShowing provincial boundaryProvinceBackChoose a citynew attractionDescriptionMoreRouteCountryChoose مژده! اولین ابرجستجوگر بلیط هواپیما سرویس جدید جستجوگر بلیط هواپیما ما بلیط نمی فروشیم! اما بهترین قیمت را برای شما از بین معتبرترین سایت های فروش بلیط هواپیما پیدا می کنیم. مشاهده کنید

PengalamanAbu Yazid al-Bustami yang ucapannya (pada saat sukr) kadang-kadang sulit dipahami oleh orang awam, menyebabkan sebagian ulama menentangnya, sehingga ia sementara waktu pernah mengasingkan diri di Bistam. Ia pun meninggal di tempat pengasingannya.260H. /874M. makamnya yang terletak di tengah kota itu, banyak diziarahi pengunjung.
† Aeroplan flight bookings are currently only available on the Canadian point of sale. Learn Canada FlightsFlights to LebanonFlights to Beirut

AbuYazid al-Bustami lahir di Bustam, bagian timur laut Persia tahun: 188 H - 261 H/874 - 947 M. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Adam bin Surusyan. Semasa kecilnya ia dipanggil Thaifur, kakeknya bernama Surusyan yang menganut ajaran Zoroaster yang telah memelukIslam dan ayahnya salah seorang tokoh masyarakat di Bustam.

† Aeroplan flight bookings are currently only available on the Canadian point of sale. Learn Canada FlightsFlights to LebanonToronto - BeirutFly now between Toronto and Beirut01Th02Fr03Sa04Su05Mo06Tu07We08Th09Fr10Sa11Su12Mo13Tu14We15Th16Fr17Sa18Su19Mo20Tu21We22Th23Fr24Sa25Su26Mo27Tu28We29Th30Fr*Fares displayed have been collected within the last 48hrs and may no longer be available at time of booking. Learn more about this offer. Additional baggage fees and charges for optional products and services may apply.

KumpulanUngkapan ungkapan syair para sufi kepada Tuhannya
Abu Yazid al-Bustami lahir di Bustam, bagian timur laut Persia tahun 188 H – 261 H/874 – 947 M. Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin Isa bin Adam bin Surusyan. Semasa kecilnya ia dipanggil Thaifur, kakeknya bernama Surusyan yang menganut ajaran Zoroaster yang telah memelukIslam dan ayahnya salah seorang tokoh masyarakat di Bustam. Keluarga Abu Yazid termasuk keluarga yang berada di daerahnya tetapi ia lebih memilih hidup sederhana. Sejak dalam kandungan Ibunya, konon kabarnya Abu Yazid telah mempunyai kelainan. Ibunya berkata bahwa ketika dalam perutnya, Abu Yazid akan memberontak sehingga Ibunya muntah kalau menyantap makanan yang diragukan kehalalannya. Sewaktu menginjak usia remaja, Abu Yazid terkenal sebagai murid yang pandai dan seorang anak yang patuh mengikuti perintah agama dan berbakti kepada orang tuanya, suatu kali gurunya menerangkan suatu ayat dari surat Luqman yang berbunyi “Berterima kasihlah kepada Aku dan kepada kedua orang tuamu” ayat ini sangat menggetarkan hati Abu Yazid. Ia kemudian berhenti belajar dan pulang untuk menemuia Ibunya, sikapnya ini menggambarkan bahwa ia selalu berusaha memenuhi setiap panggilan Allah. Perjalanan Abu Yazid untuk menjadi seorang sufi memakan waktu puluhan tahun, sebelum membuktikan dirinya sebagai seorang sufi, ia terlebih dahulu telah menjadi seorang fakih dari madzhab Hanafi. Salah seorang gurunya yang terkenal adalah Abu Ali as-Sindi, ia mengajarkan ilmu tauhid, ilmu hakikat dan ilmu lainnya kepada Abu Yazid. Hanya saja ajaran sufi Abu Yazid tidak ditemukan dalam bentuk buku. Dalam perjalanan kehidupan Zuhud, selama 13 tahun, Abu Yazid mengembara di gurun-gurun pasir di Syam, hanya dengan tidur, makan, dan minum yang sedikit sekali. Abu Yazid hidup dalam keluarga yang taat beragama, Ibunya seorang yang taat dan zahidah, dua saudaranya Ali dan Adam termasuk sufi meskipun tidak terkenal sebagaimana Abu Yazid. Abu Yazid dibesarkan dalam keluarga yang taat beragama, sejak kecil kehidupannya sudah dikenal saleh. Ibunya secara teratur mengirimnya ke masjid untuk belajar ilmu-ilmu agama. Setelah besar ia melanjutkan pendidikannya ke berbagai daerah. Ia belajar agama menurut mazhab Hanafi. Setelah itu, ia memperoleh pelajaran ilmu tauhid. Namun pada akhirnya kehidupannya berubah dan memasuki dunia tasawuf. Abu Yazid adalah orang yang pertama yang mempopulerkan sebutan alFana dan al-Baqa` dalam tasawuf. Ia adalah syaikh yang paling tinggi maqam dan kemuliannya, ia sangat istimewa di kalangan kaum sufi. Ia diakui salah satu sufi terbesar. Karena ia menggabungkan penolakan kesenangan dunia yang ketat dan kepatuhan pada agama dengan gaya intelektual yang luar biasa. Abu Yazid pernah berkata “Kalau kamu lihat seseorang sanggup melakukan pekerjaan keramat yang besar-besar, walaupun ia sanggup terbang ke udara, maka janganlah kamu tertipu sebelum kamu lihat bagaimana ia mengikuti suruhan dan menghentikan dan menjaga batas-batas syari`at." Dalam perkataan ini jelaslah bahwa tasawuf beliau tidak keluar dari pada garis-garis syara` tetapi selain dari perkataan yang jelas dan terang itu, terdapat pul akata-kata beliau yang ganjil-ganjil dan mempunyai pengertian yang dalam. Dari mulut beliau seringkali memberikan ucapan-ucapan yang berisikan kepercayaan bahwa hamba dan tuhan sewaktu-waktu dapat berpadu dan bersatu. Inilah yang dinamakan Mazhab Hulul atau Perpaduan. Abu Yazid meninggal dunia pada tahun 261 H/947 M, jadi beliau meninggal dunia di usia 73 tahun dan dimakamkan di Bustam, dan makamnya masih ada sampai sekarang. Ajaran tasawuf terpenting Abu Yazid adalah Fana` dan Baqa`. Secara harfiah fana` berarti meninggal dan musnah, dalam kaitan dengan sufi, maka sebutan tersebut biasanya digunakan dengan proposisi fana`an yang artinya kosong dari segala sesuatu, melupakan atau tidak menyadari sesuatu. Sedangkan dari segi bahasa kata fana` berasal dari kata bahasa Arab yakni faniya-yafna yang berarti musnah, lenyap, hilang atau hancur. Dalam istilah tasawuf, fana' adakalanya diartikan sebagai keadaaan moral yang luhur. Demikianlah sahabat bacaan madani ulasan tentang biografi singkat Abu Yazid al-Bustami tokoh tasawuf. Sumber Buku Akhlak Kelas XI MA Hal 142-143 Kementerian Agama Republik Indonesia, 2015. Kunjungilah selalu semoga bermanfaat. Aamiin.

Namalengkapnya adalah Abu Yazid Thaifur bin 'Isa bin Surusyan Al-Bustami, lahir di daerah Bustam (Persia) tahun 874 - 947 M[1]. Al Bustami adalah nama adalah nama yang dinisbatkan kepada tempat kelahiranya, Busthan sebuah kota kecil di Khurasan Barat, Persia atau sebelah tenggara dari laut Kaspia. Nama kecilnya adalah Taifur.

Serialtokoh - tokoh sufi ternama yang tertulis dalam kitab Risalatul al-Qusyairiyah karya ulama agung Imam al-Qusyairy an-Naisabury. Mengkisahkan kehidupan Juma.
  • 2ym70uhz45.pages.dev/1
  • 2ym70uhz45.pages.dev/17
  • 2ym70uhz45.pages.dev/313
  • 2ym70uhz45.pages.dev/163
  • 2ym70uhz45.pages.dev/236
  • 2ym70uhz45.pages.dev/313
  • 2ym70uhz45.pages.dev/59
  • 2ym70uhz45.pages.dev/75
  • 2ym70uhz45.pages.dev/168
  • syair abu yazid al bustami